Thursday, July 12, 2012

Hukum adalah sarana Pengelolaan Kekerasan dan Kekerasan itu sendiri

Hukum adalah kekerasan yang dilegalkan. Legalisasi kekerasan oleh negara diberikan untuk menjaga atau menjamin ketertiban masyarakat. Kekerasan diluar hukum menjadi illegal, dan tidak diperkenankan. Kekerasan muncul menjadi 1] bentuk mempertahankan diri; 2] usaha memaksakan kehendak agar kepentingannya terpenuhi dan berbenturan dengan kehendak pihak lain; 3] alternatif penyelesaian konflik antar individu yang mengumbar kebebasannya. Hukum hadir agar potensi ketidakteraturan yang timbul dari pertarungan dengan menggunakan kekerasan dapat diredam.

Kekerasan dalam konteks yang dibicarakan tidak harus berbentuk fisik, meski kekerasan fisik sering mendominasi. Dalam masyarakat, kekerasan dapat mewujud dalam bentuk kekerasan non fisik, seperti kekerasan verbal atau kekerasan psikis. Kekerasan yang tidak dikelola akan merugikan kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat pra modern, kekerasan menjadi salah satu bentuk keunggulan, ketika kemenangan dapat diraih dengan menundukkan pihak lawan. Hukum sebagai bagian dari kemajuan berpikir masyarakat, khususnya dalam menjaga situasi harmoni atau tertib tercipta untuk menyelesaikan konflik dengan meminimalkan penggunaan kekerasan.



Ironinya, kekerasan tidak menghilang. Kekerasan hanya beralih subyek dan keabsahan dari penggunaannya. Negara memonopoli penggunaan kekuasaan dengan mengatas namakan 'demi kepentingan rakyat', atau menjaga keamanan masyarakat dari berbagai konflik yang mengganggu kepentingan 'rakyat'. Hukum yang dihadirkan dengan keabsahan penggunaanya membutuhkan kemampuan untuk menjamin bahwa hukum itu ditaati dan ketidaktaatan harus disertai dengan sanksi. Sanksi tersebut menjadi bagian agar hukum berwibawa, dan rakyat 'dipaksa' untuk mematuhi. Sanksi hukum adalah bentuk kekerasan legal.

Dititik inilah hukum menampilkan dirinya sebagai kekerasan itu sendiri. Distorsi hukum yang semula untuk menjaga harmoni, dan sarana pengelolaan konflik menjadi kekerasan negara terhadap warga negaranya. Negara menggunakan kekerasaan untuk mewujudkan kehendak 'bersama' yaitu menciptakan ketertiban. Distorsi tersebut mengubah wajah hukum didominasi dengan kekerasan negara melalui aparatnya, dan dengan mudah dimanfaatkan oleh kepentingan warga negara yang memiliki akses kekuasaan untuk menjaga atau menjamin kepentingannya. Hukum menjadi tidak netral, dan terjebak pada 'pertarungan' kepentingan pihak-pihak yang memanfaatkan hukum untuk kepentingannya.

Hukum yang bertindak diskriminatif melahirkan pandangan 'miring' atas dirinya yang dieksploitasi untuk mengawal kepentingan pihak yang mempunyai akses kekuasaan. Wajah hukum yang didominasi (penggunaan) kekerasan tidak memuaskan rakyat yang terus menjadi korban diskriminasi. Akumulasi ketidakpuasan dapat dimaknai sebagai hasil dari proses pembelajaran, baik dengan meniru, membandingkan atau mengolah informasi yang diperoleh dari berbagai media. Proses belajar menggunakan kekerasan berhadapan dengan kekerasan yang dimiliki negara. Hukum negara berhadapan dengan 'hukum' rakyat.
Dalam situasi yang berhadap-hadapan demikian, kekerasan menjadi bagian untuk menindas penggunaan kekerasan yang dilakukan rakyat. Atas nama hukum, negara menggunakan kekerasan untuk meredam kekerasan rakyat. Hukum melalui aparatnya perlu melakukan refleksi mengapa rakyat memilih menggunakan kekerasan atau tidak mengutamakan penyelesaian suatu masalah kepada hukum? Ketidakpercayaan terhadap hukum dan penggunaannya oleh aparatnya yang mendorong rakyat untuk berinisiatif menggunakan kekerasan. Hukum tidak memihak kepentingan rakyat, namun kepentingan pihak yang memiliki akses terhadap kekuasaan.

Kekerasan yang dilakukan oleh rakyat adalah pantulan dari cermin hukum yang dilaksanakan oleh negara. Hukum negara tidak mampu bertindak adil dan terus menerus bertolak dari gagasan teks yang sering tidak sesuai dengan konteks. Diskriminasi hukum karena keberpihakan ketika menafsirkan teks. Tafsiran teks ditawarkan untuk menjadi komoditas 'jual-beli'. Hukum yang tidak adil adalah bentuk kekerasan yang tidak berwujud. Ketika teks mengabdikan dirinya kepada pihak yang memiliki akses kekuasaan, maka kekerasan tidak berwujud dengan media hukum sedang terjadi.

Penggunaan hukum adalah penggunaan kekerasan. Hukum belum ramah terhadap rakyat, cenderung kejam dan sadis terhadap rakyat yang tidak memiliki akses kekuasaan. Kekerasan akan melahirkan kekerasan, bertolak dari gagasan itu maka rantai kekerasan akan terus terjadi dan berulang. Untuk memutus rangkaian kekerasan, hukum harus ramah terhadap rakyat. Hukum tidak selalu tersenyum kepada pemilik akses kekuasaan, tapi menampilkan wajah marah ketika bertemu dengan rakyat. Hukum harus ramah kepada rakyat, dan marah terhadap pemilik akses kekuasaan yang hendak menggunakan hukum untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri.

10 comments:

  1. benar sekali apa yang anda katakan bahwa hukuman menimbulkan kekerasaan baru karena tidak jarang korban yang terkena hukuman akan mempunya rasa dendam
    salam

    ReplyDelete
  2. Ko bisa sih hukum kekerasan ...

    ReplyDelete
  3. EJB, JPA, Java Web Services Sejarah Training Courses Chennai, India Perkembangan Sistem Development Life Cycle J2EE Training in Chennai J2EE Training in Chennai Pengertian Sistem Basis Data Training Courses Institutes Cehhani India Java Training Institutes in Chennai Sistem Informasi Kesehatan Training Courses Chennai India Java Training in Chennai

    ReplyDelete