Jakarta tergenang banjir. Ibukota Indonesia berwarna coklat dan untuk sementara Indonesia menjadi Negara Kebanjiran Republik Indonesia. Banjir memang tidak terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dan penamaan tersebut akan dirasakan tidak tepat. Namun sebagai Ibukota Indonesia, Jakarta menjadi wajah Indonesia yang merepresentasi Indonesia. Seperti pada saat kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, pandangan masyarakat dunia adalah kerusuhan terjadi di seluruh dunia. Wajah Jakarta adalah wajah Indonesia.
Banjir, selain merupakan kehendak alam, merupakan hasil ketidakmampuan kita mengelola alam. Alam atau lingkungan hidup yang memiliki keterbatasan dalam menahan beban aktivitas manusia, selama ini tidak diupayakan untuk menjaga keseimbangan dan melakukan antisipasi terhada dampak dari pelampauan batas yang dapat ditanggung oleh alam. Alat yang dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan dan mengantisipasi adalah hukum dan penegakan hukum.
Dalam hal ini tidak berarti hukum tidak atau belum ada. Hukum ada, namun keberadaannya selama ini dikesampingkan dan dijadikan teks mati yang tercetak indah diatas kertas. Keberadaannya yang sejatinya mengatur agar tidak terjadi dampak negatif dari sebuah aktivitas manusia dalam mengupayakan kehidupannya, menjadi teks mati yang tidak pernah dihidupkan. Dengan kata lain, ketika hukum dibiarkan mati maka pembiaran terhadap aneka keberadaan pelanggaran yang berujung terciptanya ekses kehidupan.
Banjir tidak hanya gambaran jumlah terbesar air yang tidak dapat terserap dengan baik oleh tanah. Ketidakmampuan tanah tersebut berkaitan dengan hukum yang terus menerus dimatikan dalam kurun waktu tertentu. Hukum yang tidak ditegakkan, melihat aneka pelanggran dari balik buku peraturan perundang-undangan dengan wajah muram karena kepastian adanya dampak dari ketiadaan penegakan hukum. Pembangunan yang dilakukan tanpa memperhatikan ketersediaan daerah resapan air atau ruang terbuka hijau, mengorbankan pohon untuk ditebang dengan dalih mengganggu bangunan yang hendaj didirikan, membuang sampah sembarangan merupakan contoh dari ketiadaan pembangunan.
Pendirian perumahan, atau mall yang tidak memperhatikan tata ruang atau pengabaian pembangunan saluran air yang memadai karena bekum dianggap penting padahal sebenarnya sebuah keharusan menjadi contoh lain dari dampak ketidakpatuhan terhadap hukum. Hukum diangkat dari buku bukan untuk dilaksanakan, melainkan untuk di negosiasikan dengan pihak yang membutuhkan. Pihak ini butuh hukum yang tidak ditegakkan dan bertimbal balik dengan keinginan untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi hukum.
Banjir Jakarta tidak boleh menjadi ajang caci maki atau hanya mencari puja-puji diri. Namun menjadi wahana refleksi, dimanakah hukum selama ini? Banjir air adalah banjir hukum yang mengalir tidak terbendung ketika hukum lebih banyak disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri atau mengerdilkan hukum agar pihak yang membutuhkan hukum semakin menjulang. Menjulang dengan ketamakan, kekayaan dan tidak peduli bahwa tindakannya melahirkan resiko yang harus ditanggung oleh masyarakat.