Thursday, August 16, 2012

Tembakan di Hari Kemerdekaan

Bukan tembakan salvo dalam rangka peringatan kemerdekaan, namun tembakan ke pos pengamanan (pos pam) polisi Gemblegan, Surakarta. 2 (dua) polisi tertembak dan harus dirawat dirumah sakit. Peristiwa penembakan yang terjadi Jumat, 17 Agustus 2012 dini hari dapat dimaknai bahwa pertama, penembak berimajinasi mengenai suasana kemerdekaan 67 tahun silam. Suasana kemerdekaan melawan penjajahan Jepang masih melekat dan imajinasi pelaku terhadap suasana tersebut membawa dirinya untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah.

Makna dibalik imajinasi dari pelaku adalah polisi direpresentasikan sebagai penjajah masa kini. Penjajah disaat Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaan, namun masih dijajah oleh bangsa-nya sendiri. Kasus korupsi Korlantas Polri dapat menjadi bukti bahwa lembaga kepolisian adalah lembaga yang korup dan tidak mampu melindungi warga Indonesia. Penulis sendiri pada saat malam menjelang peringatan hari kemerdekaan melihat ada oknum polisi yang sedang merekayasa suatu kasus dengan orang tertentu. Dari awal merancang rekayasa, polisi memperoleh 'ucapan terimakasih' dari orang tersebut.

Kedua, peristiwa penembakan dapat juga dimaknai sebagai upaya untuk mencoreng citra Jokowi yang sedang berkompetisi untuk memenangkan Pilgub DKI. Terlepas dari adanya masalah yang tidak terungkap ke publik mengenai bagaimana Jokowi sebenarnya mengelola kota Solo, namun apa yang dicitrakan melalui bantuan media, Jokowi adalah sosok kepala daerah yang sederhana, merakyat dan bersih/jujur. 

Penembakan di hari Kemerdekaan RI bisa saja hanya sekedar tindakan orang iseng yang tidak puas dengan suara petasan atau kembang api yang marak ketika orang selesai berbuka puasa. Ketidakpuasan atas suara petasan diwujudkan dengan melakukan penembakan agar lebih 'meriah' dan 'heroik'. Mari kita tunggu, apakah Polri akan dapat menguak pelaku dan motif penembakan. Ataukah ini bagian dari operasi intelejen untuk tujuan tertentu, sehingga jangan berharap Polri dapat mengungkap pelaku dan motif penembakan.

MERDEKA!!!!

Tulisan versi Kompasiana dapat dibaca disini

Wednesday, August 15, 2012

Asas Keterpaduan dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir & Pulau-Pulau Kecil

Polemik mengenai lokasi rencana pembangunan PLTU Kab. Batang membutuhkan harmonisasi peraturan perundang-undangan. Lokasi yang dikehendaki yaitu di Ujungnegoro berdasarkan perspektif RTRW yang mengacu pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang jo PP 26/2008. Lampiran VII No. 313 PP 26/2008 menentukan secara restriktif bahwa wilayah Ujungnegoro-Roban merupakan kawasan wisata alam. Kemudian terdapat upaya untuk menyiasati Lampiran VII PP 26/2008 dengan menggunakan UU 27/2007, yang berawal dari Surat Bupati Batang No. 523/0173 tanggal 30 April 2012 tentang Usulan Penetapan Kawasan Taman Pesisir Kabupaten Batang.

Berdasarkan surat bupati Batang tersebut terbitlah Keputusan Menteri KKP No. KEP.29/MEN/2012 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ujungnegoro-Roban Kab.Batang di Prov. Jateng. Kepmen KKP inilah yang menjadi acuan atau dasar legitimasi untuk menegaskan bahwa lokasi rencana pembangunan PLTU di Ujungnegoro-Roban. Apakah tepat bahwa penetapan kawasan konservasi dengan Kepmen tersebut? Dalam hal ini yang hendak disoroti adalah keberadaan asas keterpaduan dalam UU 27/2007 ketika hendak menganalisis lokasi pembangunan PLTU dari perspekti UU 27/2007.

Asas keterpaduan yang terdapat pada Pasal 3 huruf C UU 27/2007 dikembangkan dengan pertama, mengintergrasikan kebijakan perencanaan berbagai sector pemerintah secara horizontal dan vertical antara pemerintah pusat dan daerah. Kedua, mengintergrasikan ekosistem darat dengan ekosistem laut berdasarkan masukan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membantu proses pengambilan putusan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Asas keterpaduan menjadi penuntun untuk mengintegrasikan kebijakan perencanaan dan ekosistem.[1] Selain menggunakan istilah integrasi untuk menjabarkan asas keterpaduan, UU 27/2007 mengelaborasi asas tersebut dalam Perencanan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Perencanaan tersebut meliputi;

1. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil – RSWP3K

2. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil – RZWP3K

3. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil – RPWP3K

4. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil - RAPWP3K

------------

[1] Lihat Pasal 6 UU 27/2007 


Tulisan selengkapnya dapat dibaca di sini

Tuesday, August 14, 2012

Masih Relevankah Berbicara Dikotomi Trimester vs Dwimester?

Penerapan Peraturan Penyelenggaraan Kegiatan Akademik dalam Sistem Kredit Semester UKSW yang didasarkan Keputusan Rektor UKSW No. 168/KEP/REK/V/2012 (selanjutnya disebut dengan Peraturan Akademik 2012) menimbulkan dinamika kampus. Dalam bahasa media disebutkan dinamika kampus sebagai sebuah konflik UKSW meruncing (http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/08/14/195819/Konflik-UKSW-Meruncing). Dinamika yang pada hakekatnya merupakan perbedaan pendapat mengenai tafsir teks sebuah peraturan dan implikasi dari peraturan yang diberlakukan dimaknai sebagai sebuah konflik dengan adjektif runcing.

Salah satu hal yang ramai didiskusikan adalah mengenai pilihan sistem semester yaitu dwimester dan trimester. Apakah dengan peraturan akademik yang baru, UKSW menerapkan sistem trimester? Pertanyaan ini muncul seiring dengan kekagetan mahasiswa UKSW ketika melakukan siasat, dimana mahasiswa hanya bisa mengambil SKS maksimal 18 SKS. Berbagai penjelasan yang disampaikan seolah menggulirkan pertanyaan tersebut mengenai akan diterapkannya trimester. 

Tulisan ini akan fokus atas topik tersebut dengan mencoba menautkannya dengan PP 17/2010  jo PP 66/2010 yang mengatur tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Dan tidak dimaksudkan untuk membahas keseluruhan substansi peraturan akademik yang baru tersebut, meskipun dengan kemungkinan mengulas beberapa hal yang terkait. Penautan tersebut menjadi konsekuensi logis dan yuridis ketika hendak melihat polemik antara trimester dan dwimester.

Pengaturan mengenai trimester dan dwimester terkait dengan Tahun Akademik yang diatur dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Akademik 2012. Tahun akademik dibagi dalam 2 (dua) semester yaitu semester gasal dan semester genap yang masing-masing terdiri atas 14 sampai dengan 16 minggu, atau kegiatan terjadwal lainnya, termasuk kegiatan evaluasi dan penilaian. Diantara semester genap dan semester gasal, program studi ditentukan menyelenggarakan semester antara untuk remidiasi, pengayaan, atau percepatan.

Ketentuan mengenai Tahun Akademik ini menjadi penjabaran dari Pasal 87 PP17/2010 jo PP 66/2010. Pasal 87 PP tersebut menyatakan sebagai berikut, 
1. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan menerapkan sistem kredit semester yang bobot 
belajarnya dinyatakan dalam satuan kredit semester.  
2. Tahun akademik dibagi dalam 2 (dua) semester yaitu semester gasal dan semester genap yang masing-masing terdiri atas 14 (empat belas) sampai dengan 16 (enam belas) minggu. 
3. Di antara semester genap dan semester gasal, perguruan tinggi dapat menyelenggarakan semester antara untuk remediasi, pengayaan, atau percepatan.  
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai semester antara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Dari ketentuan PP tersebut dapat diketahui bahwa definisi Tahun Akademik yang tertuang dalam Peraturan Akademik 2012 menjadi 'turunan' dari ketentuan Pasal 87 PP 17/2010. Adanya pemadatan substansi dari PP ke Peraturan Akademik 2012 melahirkan keniscayaan kesamaan pengaturan mengenai Tahun Akademik. Kesamaan pengaturan berkaitan dengan pertama, pembagian tahun akademik yaitu dua semester (semester gasal dan semester genap). Kedua, jangka waktu dalam satu semester yaitu 14 sampai dengan 16 minggu. Ketiga, semester antara yang diselenggarakan diantara semester genap dan semester gasal dengan tujuan remediasi, pengayaan atau percepatan.

Berdasarkan point of view diatas maka secara legalistik-normatif tidak terdapat terminologi trimester. Apakah dengan adanya istilah semester antara dapat dinyatakan pemberlakuan trimester? Apabila semester antara dipandang sebagai trimester maka PP 17/2010 jo PP 66/2010 memberlakukan trimester dalam penyelenggaran pendidikan di perguruan tinggi. Sehingga darimanakah pernyataan bahwa dengan diterapkan Peraturan Akademik 2012 UKSW memberlakukan trimester. Pernyataan itu kemungkinan berasal dari lampiran Peraturan Akademik 2012 yang mengatur mengenai batas maksimal pengambilan SKS per semester yaitu 18 SKS untuk tiga semester (semester gasal, semester genap dan semester antara).

Tiga semester itulah yang menjadi dasar pernyataan trimester maka pertama, apakah selama ini di UKSW belum pernah pemberlakuan semester antara? Kedua, UKSW berdasarkan PP tersebut melaksanakan semester antara dengan tujuan antara lain remediasi, pengayaan atau percepatan. Tujuan inilah yang menjadi legitmasi untuk menegaskan pemberlakuan semester antara di UKSW dengan pilihan tujuan remediasi, pengayaan maupun percepatan. Semester antara, entah itu akan disebut sebagai dasar untuk menyatakan trimester maka memiliki dasar hukum dalam PP 17/2010 jo PP 66/2010. Namun bahwa berdasarkan Peraturan Akademik 2012, UKSW membagi Tahun Akademik 2012 menjadi semester gasal, genap dan antara.

Permasalahan dari pemberlakuan Peraturan Akademik 2012 yang seharusnya menjadi concern mahasiswa adalah pertama, berkurangnya pengambilan beban maksimal tiap semester yang didasarkan pada IP. Kedua, penjelasan pembayaran SPP ketika menjadikan semester antara menjadi 'kewajiban' semester yang harus diikuti mahasiswa. Ketiga, apakah dengan ketentuan baru tersebut akan mempengaruhi jangka waktu kelulusan mahasiswa? Ketiga masalah tersebut dapat menjadi bahan diskusi selanjutnya untuk mengkritisi Peraturan Akademik 2012. Dan diskusi tersebut dapat menjadi bahan dalam proses review atas peraturan tersebut dan membuka peluang untuk melakukan perbaikan.

Monday, August 13, 2012

Profil PT Berkah Patra Itqoni, Investor pasar Rejosari

Suara Merdeka, 13 Agustus 2012 menyoroti mengenai pembangunan pasar Rejosari atau pasar sapi, kota Salatiga (http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/08/13/195724/Investor-Rejosari-Tepis-Anggapan-Tak-Bonafide). Sorotan lebih fokus pada bantahan dari PT Patra  Berkah   Itqoni (PBI) terkait dengan tudingan bahwa investor pasar Rejosari ini tidak bonafide. Bantahan yang dikemukakan berkaitan dengan rekam jejak atas 'prestasi' PBI membangun beberapa pasar tradisional di beberapa daerah.

Dalam pemberitaan tersebut diungkapkan oleh PBI dinyatakan,
"Investor Pasar Rejosari Salatiga PT Patra Berkah Itqoni mengatakan pihaknya merupakan perusahan yang bonafide dalam membangun sebuah pasar. Sebab merupakan perusahaan yang telah membangun pasar tardisional dengan konsep modern di sejumlah kota seperti Pasar Johar Baru Jakarta, Pasar Kota Rangkasbitung, Pasar Baru Karawang, Pasar Cikampek, dan Pasar Batu Malang."

Pertanyaannya adalah apakah memang benar BPI merupakan perusahaan yang telah membangun pasar tradisional di sejumlah kota? 

Pertanyaan tersebut menggelitik untuk disampaikan karena selanjutnya dinyatakan bahwa "PT Patra Berkah Itqoni merupakan group perusahaan dari PT Itqoni yang berpusat di Jakarta. Saat ini beberapa proyek baru yang sedang dilirik adalah revitalisasi beberapa pasar seperti pasar tradisional di Bandung, Balikpapan, Samarinda, Pekanbaru, dan Bukittinggi." Dari pernyataan yang dikemukakan oleh Direktur Operasional PT Patra Berkah Itqoni, Ir Widhi Dharma S tersebut mempunyai potensi menyesatkan masyarakat Salatiga.

Pertama, apakah yang sudah membangun sejumlah pasar tradisional di sejumlah kota tersebut adalah BPI ataukah perusahaan lain yang berada dibawah Itqoni Group? Kedua, apakah prestasi dari PBI yang mengklaim dirinya adalah perusahaan bonafide dalam pembangunan pasar tradisional? Kedua pertanyaan tersebut yang ingin ditelusuri dengan mengandalkan informasi yang tersedia di internet. Salah satu kriteria dari perusahaan bonafide di era teknologi informasi adalah ketersediaan informasi di internet sebagai media komunikasi perusahaan kepada masyarakat. 

Terdapat dua situs yang berbeda antara Itqoni Group (http://www.itqoni.co.id/main.php) dan PBI (http://patraberkahitqoni.blogspot.com/). Website Itqoni Group dikelola oleh PT Bina Warga Itqoni dan website PBI dikelola sendiri oleh PBI. Dari dua situs tersebut dapat diketahui bahwa PBI merupakan perusahaan dibawah group Itqoni Group yaitu PT Bina Warga Itqoni. Apakah PBI adalah anak perusahaan dari PT Bina Warga Itqoni? Tidak tersedia data untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Menelusuri kedua situs tersebut akhirnya dapat ditemukan jawaban atas kedua pertanyaan diatas. Bahwa berdasarkan situs Itqoni Group dapat diketahui bahwa Itqoni Group cq PT Bina Warga Itqoni sudah menyelesaikan dua pembangunan pasar tradisional yaitu Pasar Rangkas Bitung dan Pasar Johor Baru. Dan masih terdapat 3 pembangunan pasar tradisional yang belum diselesaikan oleh PT Bina Warga Itqoni yaitu Pasar Baru Karawang, Pasar Plaza Cikampek dan Pasar Besar Batu. Beralih ke situs PBI, dalam situs itu disampaikan informasi bahwa proyek pembangunan yang dilaksanakan hanya dua. Itupun sudah memasukkan Pasar Rejosari, dan satunya lagi adalah Pasar Induk Gadang. 

Berdasarkan informasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pertama, PBI merupakan perusahaan yang berbeda dengan PT Bina Warga Itqoni. Kedua, Itqoni Group baru menyelesaikan 2 pembangunan pasar tradisional dan masih harus menyelesaikan 3 proyek pembangunan lagi. Ketiga, PBI merupakan perusahaan yang masih 'berpengalaman' membangun 1 pasar tradisional. Ketiga, terdapat paparan informasi yang terpisah terkait dengan hasil antara PBI dan PT Bina Warga Itqoni (Itqoni Group). Artinya bahwa PBI tidak bisa mengklaim sebagai perusahaan yang bonafide dengan proyek pembangunan di beberapa daerah sebagaimana disebutkan dalam pemberitaan di media.

Yang paling sederhana meski tidak dapat menjadi ukuran bonafiditas sebuah perusahaan adalah alamat situs. Perusahaan yang bonafide dan performance yang baik akan membangun situs dengan alamat yang tidak 'nebeng' di blogspot. Namun ini tidak bisa menjadi tolak ukur, yang dapat menjadi tolak ukur adalah ketersediaan informasi yang komprehensif dari alamat situs. Dari perspektif inilah, informasi dari situsnya PBI agak kurang lengkap untuk menjadi rujukan mengenai rekam jejak perusahaan tersebut, ataukah memang belum ada 'jejak' yang bisa ditinggalkan untuk bisa menjadi referensi.

Saturday, August 11, 2012

Lokasi Minimarket 'Franchise' di Salatiga

Minimarket adalah bagian dari salah satu bentuk pasar ritel modern selain hipermarket dan supermarket. Menjamurnya minimarket terkait dengan regulasi yang memungkinkan pembangunan lokasi minimarket di jalanan kampung (cek peraturannya). Tidak terkecuali di Salatiga, permkembangan jumlah minimarket mengepung dan menginvasi pemasaran aneka produk. Strategi pemasaran sebagai bagian pertarungan kompetisi juga berkontribusi atas keberadaan minimarket di Salatiga.

Minimarket 'kembar' sebagai ungkapan lokasi yang berdekatan antara dua minimarket franchise menjadi karakteristik keberadaannya. Karakteristik penempatan lokasi yang nyaris berdekatan menjadi strategi pertarungan merebut konsumen di sekitar wilayah tempat berdirinya minimarket. Meskipun dalam perspektif ketataruangan, strategi pemasaran yang demikian melahirkan kepadatan jumlah pasar ritel modern yang berdampak pada nasib warung-warung kecil atau bahkan pasar tradisional. 


Informasi mengenai lokasi minimarket dibuat untuk membantu pembaca ketika mencari kebutuhan. Namun disarankan agar dalam mencari kebutuhan dapat terlebih dulu mencari warung atau toko non minimarket, guna menopang keberadaan warung tersebut melawan serbuan pasar ritel modern (hipermarket, supermarket, minimarket). Memang bisa dipahami bahwa informasi ini menjadi ironi, ketika dimaksudkan untuk memberikan informasi. Artinya bahwa informasi ini akan membahani pembaca mengenai pengetahuan lokasi atau keberadaan minimarket. Informasi akan menjadi referensi pembaca dalam menentukan tempat untuk membeli barang-barang kebutuhan.


Informasi lokasi ini akan menempatkan keberadaan minimarket dengan merek dagang dg inisial yaitu Indomaret (I) dan Alfamart (A) secara bersamaan. Artinya lokasi kedua minimarket yang relatif berdekatan akan dikategorikan dalam satu lokasi. Selain untuk mudah dalam pengelompokan lokasi, hal itu akan memudahkan dalam memberikan informasi dan disesuaikan dengan referensi (calon) pembeli terhadap minimarket tertentu. Karena antara kedua minimarket tersebut terdapat kesenjangan harga yang relatif berarti bagi konsumen.


1. Pancasila

Minimarket I berada di jalan Brigjend. Sudiarto yang merupakan ruko. Minimarket A berada di Laksamana Adisucipto berseberangan dengan Polres Salatiga. 

2. Pasar Sapi 

Kedua lokasi minimarket ini berada di jalan yang sama yaitu jalan Hasanudin, jalan ke arah Kopeng/Magelang dan keduanya merupakan minimarket I. Minimarket I berada di dekat perempatan pasar sapi, sebelah kanan jalan dari perempatan. Minimarket I berlokasi agak jauh dari perempatan pasar sapi, namun berada sebelum perempatan Sidomulyo. Minimarket I berada di sebelah kiri jalan dari arah perempatan Pasar Sapi. 

3. Nanggulan

Hampir mirip dengan lokasi di Pasar Sapi yaitu berada dalam satu jalan, jalan dr. Muwardi. Minimarket I berada tepat berada di depan RS DKT, sedangkan minimarket A berada di depan POM TNI atau dibelakang nasi goreng Pak Minto yang berjualan di trotoar depan minimarket A.  

4. Pattimura

Kedua lokasi minimarket ini berada di satu jalan yang dikenal dengan jalan Pattimura. Jalan Pattimura terletak dekat dengan bunderan jam Tamansari di pusat kota Salatiga yang kearah Beringin. Minimarket I berada tidak jauh dari bunderan -/+ 100 meter jarank dari bunderan jam, berada di sebelah kanan jalan dari arah bunderan tersebut. Minimarket A berada agak menjauh dari bunderan jam, setelah POM Bensin. 

5. UKSW

Lokasi minimarket ini agak istimewa karena berada di dalam kampus UKSW, tanpa kompetitornya. Minimarket A berada di dalam kampus UKSW yang terletak di jalan Diponegoro. Dari arah semarang terus setelah pertigaan Jetis sebelah kiri masuk kampus. Selain letaknya di dalam kampus, jam buka minimarket ini tidak sampai malam hari menyesuaikan aktivitas kampus. 

6. Diponegoro

Lokasi minimarket ini di jalan Diponegoro. Meskipun di jalan Diponegoro terdapat 4 minimarket yaitu 1 di dalam kampus, 1 di daerah Soka, dan 2 inilah yang disebut berlokasi di Diponegoro. Minimarket I berada di sebelah Hotel Surya Indah, dan minimarket A berada di sebelah kantor PLN.

7. Soka
Minimarket I ini berada agak jauh dari pusat kota. Dari arah Semarang berada di sebelah kanan tepat didepan Dipo Futsal. 

8. Karang Kepoh
Minimarket A ini terletak di jalan Karang Kepoh, belok kiri dari jalan Veteran apabila dari arah pasar sapi. 

Menutup informasi ini, agar masyarakat lebih mengutamakan pembelian di warung atau toko tradisional. Keberadaan mereka terancam oleh minimarket yang sudah mengepung wilayah dalam kota Salatiga.


Untuk melihat denah atau peta lokasi minimarket yang diinformasikan diatas, silahkan klik disini

Mremo, Mencari 'THR' ala Warga Salatiga Non Pegawai/Karyawan

Tidak diketahui secara pasti kapan tradisi mremo ini dilakukan warga Salatiga menjelang hari raya idul fitri. Mremo adalah berdagang atau berjualan dengan membangun lapak-lapak atau tempat dasaran (jualan) barang dagangan, dan dibangun di sepanjang jalan utama Salatiga yaitu jalan Jend.Sudirman. Pelaku mremo dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu 'profesi' dan daerah asal-nya. Profesi pelaku mremo adalah mereka yang memang merupakan pedagang atau warga biasa yang mencoba mendapatkan rejeki tambahan di bulan ramadhan. Daerah asal pelaku mremo juga terdiri dari dua yaitu mereka yang berasal dari daerah dibelakang jalan jend. Sudirman seperti Pancuran, Pungkursari, Kalioso, Kalicacing, atau yang domisilinya berada dekat dari daerah. Selain dari daerah sekitar jalan jend. Sudirman, pelaku mremo berasal dari luar kota Salatiga.

Lokasi kegiatan mremo utamanya dilakukan di jalan Jend. Sudirman dari depan pertokoan sebelah pos polisi kota sampai dengan depan pasar raya atau toko emas Gajah. Posisi lokasi mremo sangat tergantung dari kebijakan pemkot Salatiga yaitu mengijinkan warga membangun lapak di tengah jalan jend. Sudirman atau di bahu jalannya. Namun beberapa tahun ini mremo di tempatkan di bahu jalan, sehingga kendaraan bermotor tetap dapat melewati jalan jend. Sudirman. Kondisi demikian yang berkontribusi pada kemacetan di jalan tersebut. Permakluman atas kemacetan tersebut menjadi bagian perayaan hari kemenangan dengan memberikan kesempatan bagi warga Salatiga untuk melakukan mremo. Tahun 2012 ini, lokasi mremo sepertinya ini terbatas di depan pertokoan sebelah pos polisi kota sampai dengan ke depan pasar raya II.

Aneka barang dagangan atau produk dijajakan di arena mremo. Karena sebenarnya mremo dapat dikategorikan sebagai ekstensifikasi pasar (raya I dan II) Salatiga, baik untuk dagangan seperti pakaian dan makanan maupun barang dagangan yang kemunculannya hanya ada disetiap lebaran seperti makanan khas lebaran. Mremo menjadi pasar khas lebaran yang difasilitasi pemkot Salatiga. Selain menampung kebutuhan atas barang menjelang lebaran, mremo menjadi wahana bagi penjualnya untuk mendapatkan tambahan penghasilan untuk menambal kebutuhan lebaran keluarga. 

Sebagai pasar, mremo lebih dari sekedar tempat bertemunya penjual dan pembeli. Melainkan keinginan untuk membelanjakan uang tambahan dalam berlebaran bertemu dengan kebutuhan warga Salatiga non pegawai/karyawan mendapatkan tambahan penghasilan. Tukar menukar kebutuhan menjelang lebaran terjadi karena peningkatan kebutuhan baik yang bersifat ekstra maupun naiknya harga barang. Kenaikan harga barang di setiap lebaran menjadi tantangan yang harus di hadapi oleh rakyat Indonesia, tak terkecuali warga Salatiga. Mremo adalah solusi dari tantangan ini untuk kota Salatiga. 

Sebagai pasar, mremo ini dapat berpotensi menjadi wisata dan tempat reuni warga kota. Apabia dikelola demgan baik, mremo dapat menjadi daya tarik wisata insidental pada saat lebaran. Mengemas mremo menjadi tujuan wisata adalah tantangan bagi pelaku mremo maupun pemkot Salatiga. Kemasan mremo bertujuan tidak hanya menarik minat konsumen, namun juga memberikan kenyamanan konsumen ketika berbelanja di lokasi mremo. Kenyamanan berbelanja berkaitan dengan keamanan dan ketesediaan aneka produk di pasar mremo. Salah satu yang perlu dikembangkan adalah media informasi yang disampaikan oleh pemerintah atau pedagang mremo.

Media informasi ini sebagai pelayanan kepada konsumen dalam menuntun pencarian barang yang dibutuhkan. Sebagai tempat bertemunya pembeli dana penjual, maka kesempatan terbuka bagi bertemunya individu-individu yang jarang atau tidak pernah bertemu. Khususnya bagi mereka yang menjadi mudikers pada setiap hari raya, momentum ketemu teman sekolah yang tidak diketahui informasinya karena tidak 'eksis' di jejaring sosial akan menjadi peristiwa yang membahagiakan. Mremo dapat dimaknai sebagai sumber kesemrawutan di jalan utama Salatiga, namun memiliki multifungsi ditengah keberadaannya. Selama ini mremo hanya dilihat sebagai ritual ekonomi pada saat bulan Ramadhan. 

Dan sebagai kebiasaan tahunan, silahkan mengunjunginya dan menikmati berdesak-desakan, bermandi keringat, kepanasan ketika mencari barang-barang kebutuhan lebaran.

Friday, August 10, 2012

Lanjutkan SARA! (Saya Anti Rekayasa Apapun)

Pernyataan SARA yang dilontarkan Rhoma Irama dan Foke sang incumbent tidak perlu ditanggapi berlebihan. SARA adalah keniscayaan dalam kehidupan ciptaanNya, dan pernyataan SARA dari umatNya hanya sebatas penegasan bahwa kita memang berbeda. Tidak boleh merasa terluka ketika ada yang membuat pernyataan SARA, dan tidak boleh merasa didiskreditkan ketika pernyataan SARA-nya berhadapan dengan mekanisme tertentu. Karena keduanya adalah manifestasi perbedaan yang ‘dibiarkan’ Tuhan bagi manusia dan kehidupan di muka bumi.

Pernyataan yang dikemukakan oleh dua orang publik figur secara substansi pernyataannya tidak perlu dipermasalahkan. Ketidakperluan mempermasalahkan karena pertama, kapasitas dua orang tersebut merepresentasi ‘puncak gunung es’ pemikiran-pemikiran yang ada di kalangan masyarakat tertentu. Kedua, bahwa pernyataan seperti akan selalu dapat memperoleh legitimasi kesakralannya dalam teks kitab suci yang dipahami secara terbatas oleh pihak yang meyakini atau mengamini kebenaran substansi pernyataan kedua tokoh tersebut.

Ketiga, pernyataan tersebut didasarkan pada tingkat pemahaman yang bersangkutan tentang ajaran kebenaran yang diyakini. Ketika berbicara keyakinan maka hal itu berada diranah intrinsik yang berkelindan dengan aspek transendental. Keempat, pernyataan tersebut dilindungi oleh kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi. Kelima, membuka peluang ketimbal-balikan ketika pihak lain melakukan hal yang sama. Ketimbal-balikan ini bukan dimaksudkan untuk melakukan pembalasan, melainkan sebagai kewajaran dalam hukum aksi-reaksi. Hukum aksi-reaksi menjadikan lahirkan sebuah respon dari stimulus yang dihasilkan.


Tulisan selengkapnnya dapat dibaca di Kompasiana

Thursday, August 9, 2012

JLS, 'kutukan' proyek di setiap pembangunannya?

Suara Merdeka, 10 Agustus 2010 memuat berita dengan judul 'Perbaikan JLS Meleset'. Sekedar informasi bahwa pertama, JLS belum pernah diresmikan namun tahun 2012 sudah akan dibangun lagi (baca: diperbaiki). Kedua, pembangunan JLS tahun ini dalam rangka persiapan menghadapi libur lebaran tahun ini. Ketiga, perbaikan tahun ini diketahui berdasarkan pemberitaan media ternyata meleset. JLS seolah melahirkan kutukan terhadap usaha pembangunannya.

Kutukan JLS berkaitan dengan beberapa pihak yang terseret kasus korupsi pembangunannya.       Rusaknya jalan di JLS yang Cebongan, Argomulyo  terjadi karena ketidakberesan pembangunannya pada tahap pertama. Ketidakberesan tersebut kemudian terungkap karena praktek korup dari pembangunannya. Kerusakan itulah yang saat ini diusahakan untuk diperbaiki agar bisa digunakan dengan nyaman pengendara kendaraan bermotor. Sebagaimana kita ketahui bahwa kerusakan JLS tersebut sangat parah, yaitu munculnya 'kolam-kolam' kecil yang berdekatan satu dengan yang lainnya.

Kerusakan parah yang ingin diperbaiki dengan niat memberikan kenyamanan mudikers yang melintas melalui JLS ternyata mengalami keterlambatan. Apakah keterlambatan ini menjadi manifestasi kutukan ketika pembangunan dilakukan dengan sarat korupsi? Menduga bahwa perbaikan ini korupsi memang hanya sebatas dugaan. Minimal bahwa dengan melesetnya waktu penyelesaian menunjukkan kontraktor telah gagal memenuhi janjinya (wanprestasi) sebagaimana tertuang dalam kontrak pengadaan barang jasa.

Kegagalan kontraktor memenuhi janjinya dapat melahirkan dugaan, pertama, terkait dengan kemampuan kontraktor dalam memenuhi persyaratan pengadaan pada waktu lelang dimanipulatif. Kedua, penentuan pemenang lelang tidak didasarkan pada kriteria obyektif namun didasarkan pada faktor X yang sifatnya kolusi dan korupsi. Ketiga, bahwa mungkin kontraktor tersebut secara obyektif memenuhi syarat sebagai pemenang lelang yang penentuannya tidak ada unsur-unsur kolusi dan korupsi. Namun pada saat pelaksanaannya, kontraktor dibebani 'tanggung jawab' untuk melakukan setoran ke beberapa pihak tertentu.

Keempat, melesetnya waktu penyelesaian karena situasi dunia usaha dalam ketersediaan material untuk melaksanakan pembangunan. Dugaan terakhir inipun tidak dapat menjadi alasan bagi kontraktor karena dalam pengadaan kemampuan untuk memenuhi pasokan ketersedian material tentu sudah dikaji. Kecuali dalam kajiannya, ada faktor X yang bersifat kolutif dan korupsi maka menjadi hal wajar apabila kontraktor gagal memenuhi tenggang waktu yang ditentukan.

Kutukan pembangunan JLS ini dalam hal melesetnya tenggang waktu penyelesaian juga dapat dikaitkan dengan keanehan lain. Keanehan lain adalah bahwa JLS belum pernah diresmikan, sehingga pertanggungjawabannya harus dipertanyakan dari pembangunan sebelumnya. Ketika sebuah proyek belum diresmikan, kemudian proyek tersebut rusak dan dibangun lagi maka ada penumpukan biaya atas satu obyek pembangunan. Inilah yang menjadikan anggaran daerah menjadi terbuang percuma karena harus memperbaiki proyek yang dikorup oleh pihak-pihak tertentu.

Vox Populi Vox Dei = Suara Mayoritas Suara Tuhan?

Istilah vox populi vox dei adalah ungkapan kuno yang menjadi roh pelaksanaan demokrasi modern. Vox populi vox dei yang berarti suara rakyat adalah suara tuhan, dalam demokrasi modern dimaknai bahwa suara yang dikemukakan rakyat menjadi aktualisasi kehendak tuhan. Sehingga mendengarkan suara rakyat berarti mendengar suara tuhan. Kaitannya dengan demokrasi adalah mekanisme pengambilan keputusan ditentukan dengan mengutamakan jumlah terbanyak dari yang memilih alternatif yang tersedia.

Dalam pemilihan umum (pemilu), untuk menentukan pemenangnya maka calon pemimpin yang memperoleh suara terbanyak akan ditentukan sebagai pemenang. Apakah dengan demikian bahwa terpilihnya calon pemimpin tersebut sudah mencerminkan kehendak rakyat? Kehendak rakyat yang termanifestasi dari pilihan politik dapat dinyatakan sebagai kehendak tuhan atas pemimpin masyarakat tersebut? Apakah kemudian suara mayoritas dapat merepresentasi suara rakyat, sehingga dapat dinyatakan sebagai suara tuhan?

Ketiga pertanyaan tersebut adalah perenungan terhadap praktek demokrasi Indonesia saat ini. Nilai demokrasi yang tertransformasi di benak masyarakat adalah suara terbanyak adalah kekuasaan untuk melaksanakan sebuah kepentingan. Kepentingan akan memperoleh legitimasi untuk dilaksanakan sejauh mendapat dukungan dari suara terbanyak. Nilai ini tanpa kebijaksanaan, atau minus kehati-hatian akan mengarahkan pada tirani mayoritas. Sebagaimana dituliskan dalam surat Alcuin, “Nec audiendi qui solent dicere, Vox populi, vox Dei, quum tumultuositas vulgi semper insaniae proxima sit.” (English translation: And those people should not be listened to who keep saying the voice of the people is the voice of God, since the riotousness of the crowd is always very close to madness) - http://en.wikipedia.org/wiki/Vox_populi.


Tulisan selengkapnya dapat dibaca di Kompasiana

Pilkada Tak Berguna, Korupsi Merajalela

Pilgub DKI saat ini menjadi sorotan publik, tidak hanya di ibukota melainkan rakyat Indonesia sedang menyaksikan perhelatan demokrasi di ibukota Indonesia. Trik dan intrik politik digulirkan pada saat masyarakat sedang menjalankan ibadah puasa. Puasa tidak mampu menahan untuk tidak menyakiti pihak lain, dan menginstropeksi kehidupan dalam rangka membersihkan diri memohon pengampunan. Pilgub DKI menjadi bagian dari rejim pilkada yang tunduk pada UU Otonomi Daerah. Selain DKI, sudah mengantre persiapan Pilgub yang menjadi barometer politik nasional yaitu Pilgub Jateng di tahun 2013. Persiapan dan pelaksanaan Pilkada berada ditengah pusaran politik senayan yang sedang mendiskusikannya.

Diskusi mengenai pilkada dalam rangka melakukan revisi UU Pemerintahan Daerah, topik menariknya adalah besarnya biaya pilkada, pemilihan gubernur oleh DPRD, calon gubernur dari partai politik yang mempunyai wakil di DPRD dan penggabungan waktu pilkada atau pilkada serentak. Topik tersebut menjadi isu menarik dalam pembahasan berkaitan dengan efektifitas demokrasi dalam memilih pemimpin yang baik. Pilkada yang menjadi bagian dari eforia demokrasi pasca tumbangnya rejim Soeharto ternyata melahirkan anomali demokrasi. Salah satu anomali adalah korupsi, ratusan kepala daerah terjerat kasus korupsi dan demokrasi (langsung) tidak berkorelasi dengan kesejahteraan rakyat atau kemajuan suatu daerah (otonom).

Pilkada adalah peluang untuk merampok uang rakyat. Biaya politik menjadi piutang pemenang pilkada untuk ditagihkan pada APBD. Situasi tersebut jangan berharap kesejahteraan rakyat akan terwujud sebagai bentuk realisasi janji politik selama kampanye. Janji kampanye tidak lebih dari rayuan gombal ‘Don Juan’ politik untuk meyakinkan korban agar bisa jatuh pada pelukan politik kekuasaan. Pilkada berada dikendalikan oleh politik transaksional dengan korupsi menjadi hasil nyatanya. Kepala daerah tidak akan berpikir mengabdi atau melayani masyarakat daerahnya, namun hanya berpikir bagaimana piutang politik dapat segera dapat ditagih dengan surat berharga kekuasaan yang dipegangnya.


Tulisan selengkapnya dapat dibaca di Kompasiana

Hukum: Mengungkap Makna dibalik Teks

Hukum dalam pengertian peraturan perundang-undang dibentuk didasarkan pada dimensi ruang dan waktu pada saat ditulis atau diundangkan. Realitas teks menjadi ‘misteri’ ketika teks (hukum) tersebut hendak diterapkan pada kasus-kasus aktual. Hukum sebagai media penyelesaian sengketa mengalami tantangan kontekstualisasi bunyi teks. Tantangan ini harus menjadi kesadaran aparat penegak hukum ketika hendak menegakkan hukum atau menerapkan hukum pada peristiwa hukum aktual. Bahwa ada kesenjangan makna teks pada saat hukum dibuat dengan waktu saat peristiwa hukum terjadi.

Rentang waktu yang ada dapat melahirkan pemaknaan baru atas teks. Pemaknaan baru terjadi karena dinamika masyarakat yang menjadi keniscayaan. Mengandaikan bahwa hukum berwatak tetap merupakan pengingkaran terhadap watak masyarakat yang dinamis. Tetapnya watak hukum hanya berkaitan dengan bunyi teks yang diikat oleh otoritas yang melegitimasi keberlakuannya. Namun makna atas (bunyi) teks tidak tetap akan dinamis disebabkan pertama, jarak antara pembuatan dan penerapannya. Kedua, aktor yang berbeda antara yang membuat dengan pelaksananya (penegak hukum).

Ketiga, dinamika masyarakat yang cenderung mengalami perubahan dalam kurun waktu tertentu. Keempat, perubahan atau perkembangan dari peraturan yang terkait. Keempat faktor tersebut akan mempengaruhi pemaknaan bunyi teks. Hukum tidak teralienasi dari fakta ini. Penegakan hukum yang mengesampingkan fakta tersebut akan menjadikan hukum tanpa roh, mati karena tidak mampu mengadaptasi berbagai perubahan yang terjadi diluar hukum. Hukum tanpa roh membentuk hukum seperti zombie yang bergerak menakutkan, berkehendak untuk memusnahkan dan tidak memiliki kebebasan berpikir untuk menimbang kebaikan, kebenaran atau keadilan.


Tulisan selengkapnya dapat dibaca di Kompasiana

Wednesday, August 8, 2012

Rivalitas Terselubung Golkar vs Demokrat (dalam melakukan korupsi)

Dugaan suap bupati Buol yang diduga dilakukan oleh Hartati Murdaya menjadi rivalitas terselubung partai politik dalam melakukan korupsi. Tanpa memasukkan PDIP dalam jejaring korup partai politik yang juga diungkap KPK, karena PDIP tidak termasuk dalam lingkaran kekuasaan saat ini. Partai Demokrat membentuk pemerintahan koalisi meskipun sebagai pemenang pemilu legislatif dan presiden, namun tidak cukup percaya diri untuk membentuk pemerintahan non koalisi.

Kegotong-royongan politik yang dimaksudkan untuk mengamankan penyelenggaraan kekuasaan dalam perjalanannya penuh dinamika dalam bentuk tarik-ulur kepentingan politik. Tarik-ulur kepentingan politik yang kasat mata untuk diindera oleh publik meletakkan pemerintahan SBY menjadi pemerintahan yang tersandera oleh anggota koalisinya. Bahkan ketika ada anggota koalisi yang dinilai oleh pemimpin koalisi telah melanggar kontrak koalisi, pemimpin koalisi hanya bisa gembar-gembor di media tanpa diikuti dengan langkah politik yang tegas.

Koalisi politik mendorong kerjasama tidak hanya di ruang terang politik, namun juga didalam kegelapan yang dibentuk dari hasil-hasil kesepakatan untuk mengabdikan dirinya merampok uang rakyat. Dalih koalisi politik di tingkat nasional menjadi peletak dasar kesepakatan dari anggota koalisi untuk menjaga kepentingan-kepentingannya. Ujung kepentingan adalah kekuasaan. Sarana untuk melanggengkan kekuasaan adalah uang. Sumber kekuasaan seperti kepala daerah atau anggota legislatif adalah target yang harus ditaklukan untuk menjamin kepentingan yang dikehendaki.


Tulisan selengkapnya dapat dibaca di Kompasiana

Kekeringan Mengetuk Pintu

Pemerintah merencanakan dan segera merealisasikan hujan buatan di beberapa daerah. Hujan buatan adalah solusi cerdas bagi pemerintah yang memilih 'shortcut' dan menjadi refleksi dari kemalasan berpikir. Kekeringan selain disebabkan rendahnya curah hujan di musim kemarau, juga rendahnya kemampuan tanah dalam menyerap air permukaan. Kemampuan tanah menyerap air sangat tergantung dari keberadaan tanaman (pohon) yang berada di permukaan tanah. Ketika tanaman tidak menjadi prioritas, dan dialienasi dari proses pembangunan maka keterparahan dari efek global warming adalah keniscayaan.

Tanpa bermaksud memojokkan pemerintah sekarang, komitmen pemerintah untuk menjaga kesinambungan ketersedian air di waduk atau embung sebagai tempat penampungan air baik air permukaan maupun air tanah. Minimnya komitmen berdampak ikutan bagi pertanian yang mengandalkan ketersedian air dan bidang lain seperti kebutuhan air minum. Lahan pertanian yang mengalami rendahnya pasokan air dan ketergantungan terhadap air hujan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produk pertanian. Tingkat produksi pertanian seperti beras dan kedelai, atau produk buah-buahan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kebutuhan air untuk pertanian dan kehidupan sehari-sehari menjadi primer untuk menunjang pondasi perekonomian, baik dalam skala lokal maupun nasional. Ketika kekeringan menjadi topik utama kota/kabupaten, dan terjadi dalam skala regional maka kekeringan berpotensi menjadi bencana. Bencana yang ditimbulkan tidak hanya 'keganasan' aklam, melainkan kekurang-bijaksanaannya kita dalam mencandra fenomena alam untuk kemudian mempersiapkan langkah antisipasi. Antisipasi dilakukan dalam kerangka terpadu atau sinergis antar sektor.

Tulisan selengkapnya dapat dibaca di Kompasiana

Tuesday, August 7, 2012

Pendapat Hukum Rencana Pembangunan PLTU di Kabupaten Batang

Bahwa rencana pembangunan PLTU di Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang bertentangan dengan 3 (tiga) peraturan yang mengatur mengenai Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Pertama, Lampiran VIII No urut 313 Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008; kedua, Pasal 46 ayat (2) Perda Jateng No. 6 Tahun 2010 tentang RTRW Propinsi Jateng Tahun 2009 – 2029; dan ketiga, Perda Kabupaten Batang No. 07 Tahun 2011 tentang RTRW Wilayah Kabupaten Batang Tahun 2011 – 2031.

Bahwa kemudian untuk kepentingan pembangunan PLTU tersebut, Pemerintah (dalam hal ini Pemprov Jateng dan Pemkab Batang) tidak dapat serta merta menerima rencana tersebut. Karena Pemprov Jateng c.q Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jateng terikat dan tunduk pada 3 (tiga) aturan sebagaimana disebutkan diatas. Bahwa BLH sudah mengajukan alternative lokasi yang berada diluar kawasan lindung Taman Wisata Alam Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban hendaknya dapat menjadi pertimbangan investor PLTU.

Alternativ yang dikemukakan tidak melanggar 3 (tiga) peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang RTRW, sehingga tidak akan menimbulkan sengketa yuridis maupun konflik social akibat pembangunan PLTU. Bahwa meskipun terdapat penelitian yang menunjukkan di kawasan lindung Taman Wisata Alam Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban sudah tidak terdapat keanekaragaman hayati seperti biota laut yang dilindungi, namun ketidakterdapatan tersebut tidak boleh menjadi dasar argumentasi untuk menetapkan wilayah tersebut menjadi lokasi PLTU. Penetapan lokasi tersebut sebagai kawasan lindung karena ada potensi keanekaragaman yang terancam hilang apabila tidak dilakukan afirmasi kebijakan di lokasi tersebut.


Tulisan selengkapnya dapat dibaca disini

Monday, August 6, 2012

Salatiga Peduli, sebuah Komunitas yang Peduli Salatiga yang merambah Jangkauan Kepedulian melampaui batas wilayah Salatiga

Salatiga dikenal dengan dinginnya atau tingkat kecerdasan masyarakatnya, atau produk makanan khasnya seperti kripik paru, ronde atau enting-enting gepuk. Salatiga dikenal dengan  kota yang mencetak atlet atletik yang mumpuni ditingkat nasional maupun internasional. Masih dalam bidang olah raga, dulu Salatiga dikenal dengan kawah candradimuka pemain-pemain sepakbola Indonesia. Namun Salatiga tidak hanya dikenal dengan hal-hal yang disebutkan diatas. Prestasi Salatiga tidak hanya kuliner, olahraga atau intelektualitas, melainkan dari Salatiga muncul semangat kegotong-royongan.

Semangat kegotong-royongan ini tidak muncul atas inisiatif elit pemerintah atau pengusaha, yang bersifat insidental atau mengutamakan citra. Sekelompok warga Salatiga yang peduli dengan nasib penderitaan sesama tergoda dan kemudian mengambil jalan untuk merealisasikan kepedulian dalam karya nyata. Komunitas yang menamakan dirinya Salatiga Peduli, merupakan kumpulan warga Salatiga yang mempunyai semangat kegotong-royongan dengan memanfaatkan jaringan pertemanan  melakukan tugas sosial-kemanusiaan.

Tugas sosial-kemanusiaan yang dilakukan oleh komunitas Salatiga Peduli tidak hanya bersifat insidental, yang muncul ketika ada bencana 'besar'. Namun Salatiga Peduli mengaktualisasikan kepedulian sosial yang mulai memudar dengan 'langkah kecil'. 'Langkah kecil' tersebut sepertinya sepele karena selama ini kurang mendapatkan perhatian pemerintah maupun masyarakat sekitar. Memugar atau membangun rumah warga yang nyaris roboh atau reyot adalah aktivitas Salatiga Peduli ketika bencana tidak hadir untuk meneror dengan kehilangan harta-benda atau nyawa.

Kehebatan Salatiga Peduli adalah kemampuan memobilisasi modal sosial nir campur tangan pemerintah untuk mengaktualisasikan kepedulian. Mobilisasi modal sosial ini terjadi karena Salatiga Peduli tidak memiliki 'modal' dalam pengertian finansial. Namun mereka memiliki kepedulian dan semangat untuk meminta tolong jejaring pertemanan untuk membantu sesama manusia. Jejaring pertemanan inilah yang dikelola untuk memperoleh bantuan yang dibutuhkan sesuai dengan 'jenis' kepedulian yang sedang dilaksanakan.

Salatiga Peduli adalah komunitas peduli Salatiga yang nguri-uri kegotong-royongan yang mulai memudar, tergerus oleh egoisme atau individualisme. Banyak karya Salatiga Peduli yang tidak terekspose ke publik, namun mereka sedang membangun monumen kemanusiaan dengan bantuan-bantuan sosial yang disalurkan kepada mereka yang membutuhkan. Dukungan publik yang peduli atas kerja sosial Salatiga Peduli yang membesarkan hati mereka untuk terus berkarya. 

Salatiga Peduli sedang menyemai benih kepedulian antar sesama. Mereka sedang mengkampanyekan nilai-nilai sosial yang mulai memudar berhadapan dengan yang disebut modernitas. Kampanye tanpa embel-embel politik atau pencitraan untuk mendapatkan simpati publik. Citra yang dibentuk agar termuat pesan memiliki sifat baik tidak berlaku di Salatiga Peduli. Karena mereka bekerja tanpa gembar-gembor, namun karya mereka sudah hadir, tidak hanya di Salatiga tapi di beberapa daerah di Jawa Tengah.

Aneka Wisata Kuliner LOTEK di Salatiga

Setelah postingan sebelumnya kita menyampaikan informasi mengenai nasi goreng (nasgor) yang berada di kota Salatiga yang menjadi 'idola' warga Salatiga. Maka pada postingan saat ini akan menyajikan warung lotek yang ada di kota Salatiga. Warung lotek disini tidak dimaksudkan informasi semua warung lotek sampai dengan di dalam kampung, melainkan warung lotek yang 'melegenda'. Artinya melegenda adalah warung lotek yang relatif di kenal luas oleh warga Salatiga baik yang masih tinggal di kota Salatiga maupun yang menjadi klagenan warga kota Salatiga yang berada di luar kota Salatiga.

Pertama, lotek Monginsidi. Sesuai sebutannya warung lotek ini berada di jalan Monginsidi. Lotek ini begitu melegenda dan masih eksis berkompetisi dengan warung-warung makan modern yang tumbuh disekitarnya. Lotek dengan sayuran, bakwan dan kerupuk begitu menggoda bagi mereka pencinta sayuran. Kedua, lotek Banjaran I (bu Misih). Lotek ini berlokasi di Banjaran, jalan Hasanudin depan SD Mangunsari. Jam buka lotek ini mulai pukul 11.00, dan itupun kalau pembaca datang pada jam itu kemungkinan sudah antre ada berada diurutan kesekian. Untuk itu lotek ini menyediakan order atau pesanan via sms. 


Ketiga, lotek Banjaran II. Lotek ini berlokasi dibelakang lotek Banjaran I dengan memasuki gang terlebih dahulu. Lokasi yang nylempit tidak menghalangi ketenaran lotek ini. Bahkan ada pencinta lotek yang fanatik dan membandingkan lotek ini dengan tetangganya berani mengatakan lebih enak. Keempat, lotek depan kampus. Lotek ini berlokasi di depan kampus, tepat berada di depan toko percetakan. Meski usia lotek ini lebih muda dari dua lotek sebelumnya. Namun keberadaannya patut diperhitungkan, karena melayani kebutuhan makanan mahasiswa UKSW. Sehingga bagi mantan mahasiswa UKSW yang pernah mengunjungi lotek tersebut semasa kuliahnya. 

Kelima, lotek mak Pon. Lotek ini tidak kalah nylempitnya dengan lotek Banjaran II. Terletak di jalan Progo di belakang supermarket Niki Baru. Letak yang demikian cukup dikenal di seantero kampung Kalioso. Lotek mak Pon tidak menggunakan kerupuk, namun tetap melengkapinya dengan pilihan aneka gorengan. Keenam, lotek Ladamba. Bagi pembaca yang bersekolah di SMP 1, SMP 2 atau SMA 3 mungkin akan mengenal lotek Ladamba. Lotek ini berlokasi di jalan Pungkursari atau jalan tembus dari jalan Pemotongan ke jalan Langensuko. 

Tidak lengkap kiranya membicarakan lotek di Salatiga tanpa tokoh lotek Salatiga yang sudah mendahului kita. Beliau adalah mak Nin atau dikenal dengan lotek mak Nin. Saat ini tidak ada yang melanjutkan warung lotek mak Nin sepeninggal beliau. Pembaca yang pernah menjadi fans mak Nin tidak akan melupakan gaya beliau ketika ngulek untuk mempersiapkan pesanan lotek pelanggannya. Ciri lain dari mak Nin ini adalah selalu mengajak pelanggan yang datang dengan pembicaraan hangat seputar kehidupan atau kenalan-kenalan pelanggannya. Galibnya, mak Nin ini bisa 'nyambung' dengan lawan bicaranya dan mengetahui topik pembicaraan. Satu hal lagi dari ciri khas beliau adalah susurnya. Saat menjual loteknya atau mempersiapkan pesanannya dilakukan dengan nyusur. Bahkan pelanggannya pernah berseloroh bahwa lotek mak Nin ini enak dan ngangeni karena bercampur dengan 'materi' yang berasal dari susurannya. 

Demikianlah informasi mengenai warung lotek yang cukup melegenda di Salatiga. Tentunya masih banyak warung lotek di Salatiga. Besar harapan penulis, tulisan ini bisa membangkitkan kembali memori tentang lotek yang pernah kita makan pada waktu lampau.

Aneka Wisata Kuliner NASGOR di Salatiga (Petunjuk Singkat Bagi Mudikers)

Kebutuhan atas informasi kuliner dirasa perlu untuk disampaikan ke publik, khususnya bagi mereka yang membutuhkan update informasi tempat kuliner atau warung makan. Apalagi bagi mereka yang sudah lama meninggalkan Salatiga dalam kurun waktu yang lama. Untuk itu pada tulisan ini akan menyampaikan informasi kuliner nasi goreng (nasgor) di Salatiga. Informasi hanya paparan singkat mengenai tempat kuliner yang diketahui oleh penulis. 


Salatiga menjadi kota nasi goreng yang melahirkan nasi goreng (nasgor) mania. Nasgor mania ini memiliki fanatisme atas rasa nasgor yang dijual di Salatiga. Pertama, nasgor pak Minto. Nasgor ini terletak di depan seberang jalan Pom Bensin Militer Nanggulan atau didepan gerai Alfamart. Nasgor ini hanya menyediakan nasgor ayam saja dan mie jawa. Agak berbeda dengan nasgor Jakarta yang 'kering', nasgor pak Minto agak 'basah'.


Kedua, nasgor Pak Joko. Nasgor ini sebenarnya mirip dengan nasgor pak Minto yaitu nasgor ayam saja. Lokasi nasgor ini di jalan Patimura depannya pintu gerbang  SMP 4 Salatiga. Nasgor pak Joko saat ini ada tambahan istimewa dari nasgor pak Joko yaitu taburan kulit ayam kering di atas nasgornya. Apabila dahulu nasgor pak Joko hanya menyajikan nasgor ayam, saat ini ada nasgor babat-iso bagi penggemar jeroan


Ketiga, nasgor Randuares. Nasgor ini terkenal murah dan berporsi banyak. Itulah keistimewaan dari nasgor ini, selain bercita rasa 'rumahan'. Lokasi nasgor ini ada di kampung Randuares, belakang RS Ario Wirawan yang berada di jalan salatiga-kopeng. Keempat, nasgor Gamol. Nasgor ini menjadi tempat tujuan pelajar yang berkantong cekak namun ingin menikmati nasgor. Seperti nasgor Randuares, nasgor Gamol murah dan berporsi banyak sehingga akan memuaskan kapasitas perut usia anak remaja dan pemuda. Lokasi nasgor Gamol berada di daerah Gamol yaitu dari arah perempatan grogol ke arah jalan lingkar Salatiga (JLS).


Keempat, nasgor Bulan Bintang. Dahulu lokasi nasgor ini terletak dibawah pohon beringin di pojok jalan yang mengarah ke jalan Brigjend. Sudiarto. Namun saat ini lokasinya berada didalam lapangan Pancasila dekat patung pahlawan. Keistimewaan nasgor ini adalah babat-iso-pete. Bagi pencinta jeroan, bisa memilih nasgor ditempat ini untuk mereka yang tidak menyukai nasgor ayam. Kelima, nasgor mbak Yati. Nasgor ini termasuk nasgor 'gado-gado' karena ada nasgor ayam dan babat-iso-pete. Lokasi nasgor ini ada di jalan Brigjend Sudiarto, setelah GKJ Sidomukti. 


Keenam, nasgor ngisor asem. Nasgor ini cukup populer di kalangan mahasiswa dan masyarat Salatiga. Nasgor ini termasuk nasgor 'gado-gado', namun andalannya adalah nasgor babat-iso-pete. Lokasi nasgor ini berada di jalan Ahmad Yani, depan Gereja Pantekosta di Indonesia. Ketujuh, nasgor Surabaya (motor). Nasgor ini disebut karena tempat jualannya berada di depan bengkel Surabaya Motor. Nasi goreng ini hanya menyediakan nasgor ayam seperti di nasgor pak Minto dan pak Joko. Lokasinya di perempatan jalan Sukowati, depan bengkel Surabaya Motor.


Kedelapan, nasgor depan klenteng. Nasgor ini agak berbeda dengan nasgor yang disebutkan diatas. Berbeda dalam cita rasanya, artinya apabila menginginkan nasgor yang bukan bercitarasa 'jawa' disinilah tempatnya. Lokasi nasgor ini di jalan Sukowati, tepatnya depan Klenteng. 


Kedelapan nasgor tersebut hanya nasgor mainstream yang populer di Salatiga. Masih ada nasgor Progo, nasgor pak Pur, nasgor Argamas dan masih banyak lagi. Selain nasgor yang ditawarkan warung makan seperti MJ Food, Mie Bangka, Mie Jakarta, Mie Plasa (Citra). Semoga informasi ini bermanfaat bagi warga Salatiga dan Mudikers.

Sunday, August 5, 2012

Salatiga Macet! Dilema Manfaat & Mudharat

Menjelang lebaran arus lalu lintas di jalanan Salatiga akan semakin padat. Konsentrasi kendaraan di pusat kota yaitu jalan Jend. Sudirman menghasilkan penumpukan kendaraan dijalan tersebut. Saat ini kemacetan dapat dilihat pada saat menjelang berbuka puasa, jalan Jend. Sudirman sudah 'pemanasan' untuk macet ketika hari raya idul fitri. 

Kemacetan di pusat kota adalah pemandangan langka di Salatiga. Bagi warga kota Salatiga, kemacetan menjadi masalah besar karena selama ini hampir tidak ada kemacetan di Salatiga. Namun mungkin bagi warga Ibukota yang sedang berlibur di kota kelahirannya atau hanya melintas di jalanan Salatiga, kemacetan adalah keseharian mereka. Kemacetan di kota Salatiga karena jarang terjadi dapat menjadi 'wisata macet' bagi warganya, sambil berephoria atas libur hari raya.

Wisata macet hadir menjelang dan pasca lebaran. Bagi warga Salatiga yang akan menikmati kemacetan, sambil berkemungkinan bertemu dengan teman atau kawan lama. Jalan Jend. Sudirman Salatiga menjadi pusat kota karena 'daya tarik' yang ada yaitu keberadaan 2 pasar tradisional (Pasar Raya 1 & II) dan pusat pertokoan yang menjual aneka produk. Ketika warga Salatiga bermaksud memenuhi kebutuhan mereka untuk berlebaran, maka pusat kota menjadi tujuan utamanya.

Pusat kota (jalan Jend. Sudirman) menjadi tujuan untuk memenuhi kebutuhan, maka pertemuan  warga di tempat itu akan terjadi. Silaturahmi akan hadir ketika teman, kawan, sahabat, saudara bertemu secara fisik. Meski ada aneka jejaring sosial yang bisa 'mempertemukan' mereka, namun silaturahmi dengan bertemu fisik memberikan kepuasan dan kesempurnaan sebuah interaksi. Semoga pada lebaran ini warga kota Salatiga bisa bertemu dengan kawan-kawan lama di Salatiga.

Reuni adalah salah satu bentuk bertemu secara fisik untuk teman-teman sekolah yang sudah lama tidak bertemu. Mereka yang berkelana ke luar Salatiga untuk bekerja, reuni menjadi ajang untuk kangen-kangenan dengan teman-teman mereka. Bayangkan apabila pada setiap hari raya idul fitri, alumni-alumni sekolah yang ada di Salatiga mengadakan reuni. Mereka akan datang ke Salatiga untuk hadir dalam reuni yang diselenggarakan. Kehadiran mereka akan berkontribusi pada kemacetan di Salatiga. 

Kemacetan menjadi pemandangan istimewa bagi kota Salatiga. Kepadatan lalu lintas dengan tingkat kendaraan bermotor nyaris tidak bergerak menjadi dinamika yang 'menyenangkan'. Menyenangkan karena ditengah kemacetan, terdapat banyak warga yang memperoleh penghasilan. Tukang parkir, penjaja makanan kecil, penjual mercon dan lain-lain adalah mereka yang memperoleh tambahan rejeki untuk meningkatkan penghasilan guna mempersiapkan lebaran mereka.

Selamat mempersiapkan lebaran dan bermacet ria di Salatiga yang sudah panas ketika siang dan dingin ketika malam. 

Politik - Korupsi Terus, Ekonomi Tidak Terurus

Indonesia terus disuguhi dengan berita-berita tentang seputar politik dan korupsi terus menerus. Pemberitaan kasus korupsi dan polemik politik elit mendominasi porsi pemberitaan media. Publik mudah bereaksi atas berbagai isu, pro kontra kemudian menjadi informasi yang dikonsumsi. Media menjadi riuh dan gaduh. Situasi demikian adalah keniscayaan keterbukaan dan kebebasan dalam sebuah negara demokrasi. Tanggapan sebagai reaksi atas informasi yang disampaikan media membuka ruang dialog, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya. Bagi elit dan kelompok-kelompok kepentingan mempunyai peluang untuk mengagregasi kepentingan.

Demokrasi harus riuh. Karena banyak pendapat yang harus dipejuangkan, berkompetisi dengan aneka kepentingan yang berdesak-desakan mencari jalan keluar agar bisa terakomodasi. Keriuhan itu tidak boleh melenakan kita dari hakekat sebuah demokrasi yaitu menciptakan kesejahteraan. Keriuhan yang menghadirkan kegaduhan tidak menghilangkan fokus kita untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Ekonomi yang terpuruk, kesejahteraan yang berada diambang kemiskinan akan merayu rakyat untuk memalingkan pandangannya dari demokrasi.

Demokrasi hanya alat untuk mencapai tujuan, bukan tujuan. Kesejahteraan rakyat adalah tujuannya. Ketika demokrasi hanya menghasilkan kegaduhan, tanpa kontribusi positif terhadap perekonomian maka rakyat akan menanyakan demokrasi dan melihat demokrasi adalah hambatan. Politik yang gaduh tanpa solusi terhadap masalah-masalah ekonomi akan berdampak pada emoh politik. Korupsi politik meski berdampak, bagi pelaku ekonomi akan disiasati dengan mencari celah yang tersedia untuk tetap bisa memaksimalkan keuntungan. Persetan dengan politik, korupsi tidak ada karena yang ada adalah tambahan biaya untuk mendapatkan keuntungan. Korupsi hanya catatan ‘kecil’ dari laporan yang disampaikan oleh organisasi perdagangan.

Pemberantasan korupsi tidak dihiraukan. Ada atau tidaknya korupsi tidak signifikan untuk dibicarakan, tetapi dicarikan ’solusi’ agar tidak mengganggu kepentingan mendapatkan untung. Ekonomi dilupakan! Padahal kesejahteaan hanya bisa dicapai dengan ekonomi. Kecuali para politisi yang berhasil menyejahterakan dirinya dengan menjual kekuasan yang dipegangnya. Itupun tidak bisa meninggalkan hakekat ekonomi yaitu menjual dan membeli. Politisi adalah ‘produsen’ yang memegang mandat kekuasaan, dan konsumennya adalah mereka mampu mengkonversi kekuasaan menjadi keuntungan finansial.


Tulisan selengkapnya dapat dibaca di Kompasiana

Dua Polisi yang boleh menangani Korupsi Simulator SIM: Patung Polisi & Polisi Tidur

Kehebohan publik masih berlanjut dengan pemberitaan korupsi yang terus berlanjut. Rentetan kasus korupsi yang terungkap menjadi tayangan yang menarik, berbagai respon publik tampil di keriuhan pemberitaan media. Publik masih terus terpukau ketika elit politik terkuak menikmati duit rakyat. Tontonan asyik penegakan hukum represif yang ditampilkan KPK terus menghadirkan daya tarik dan rasa penasaran. Kontinuitas berita korupsi tidak menyurutkan publik tanpa lelah mengikuti perkembangan terkini penanganan kasus-kasus korupsi.

Publik menaruh harapan besar terhadap KPK. Karena selama ini KPK yang berani tampil membongkar korupi yang dilakukan elit politik, dengan jaminan kepastian tidak berbelit-belit penanganannya dan hukuman yang dijatuhkan. Selama ini, publik melihat dan membandingkan baik dalam skala lokal maupun nasional penegakan hukum yang dilakukan Polisi dan Kejaksaan ketika menangani kasus korupsi. Perbandingan tidak hanya dengan pengamatan dari berbagai media, melainkan dari cerita atau informasi mulut ke mulut mengenai penanganan kasus-kasus hukum di kedua lembaga tersebut.

Urusan dengan polisi (dan jaksa) dikonotasikan dengan urusan yang berbelit dan harus mwnggunakan uang untuk mengurus semua urusan yang berkaitan dengan kasus yang terjadi. Hukum yang direpresentasikan oleh kedua lembaga penegak hukum adalah hukum dengan bunyi pasal gemerincing uang. Sebagaimana ditunjukkan dari kepanjangan singkatan KUHP oleh masyarakat ‘Kasih Uang Habis Perkara’ merupakan manifestasi urusan hukum di kedua lembaga tersebut yang selama ini tersimpan dibenak publik. ‘Hukum ibarat pisau, tajam ke bawah namun tumpul keatas’ muncul karena pengalaman berhukum masyarakat. Hukum hanya keras dan berlaku tegas untuk masyarakat yang tidak berduit, namun lentur bagi mereka yang mampu memberikan aneka fasilitas kepada aparat penegak hukum.

Tulisan selengkapnya dapat dibaca di Kompasiana

Minoritas harus dilindungi (Pelajaran dari Myanmar)

Kekerasan yang dialami oleh etnis Rohingya di Myanmar membentuk solidaritas kemanusiaan dari dunia intermasional. Meski jumlah korban kekerasan simpang siur beritanya, fakta kekerasan menjadi peristiwa sebenarnya. Desakan dunia internasonal nilai-nilai universal mengenai kemanusiaan. Kekerasan berbagai bentuk terhadap individu atau kelompok individu menciderai kemanusiaaan sesamanya dibelahan bumi lain.


Etnis Rohingya adalah kelompok minoritas ditengah dominasi etnis Burma diberbagai bidang di Myanmar. Penguasa politik berasal dari etnis Burma yang merupakan mayoritas dengan jumlah 2/3 total warga Myanmar. Ethnis Rohingya adalah paling minoritas diantara etnis di Myanmar yang beragam Islam setelah berbagai etnis yang beragama Kristen seperti Kachin, Chin dan Karen. Bahwa ditengah rejim milter yang berkuasa di Myanmar maka penindasan dan atau kekerasan akan menjadi alat untuk menjaga hegemoni guna melanggengkan kekuasaan.


Indonesia pernah mengalam kondisi serupa ketika sedang berada dibawah kepemimpinan rejim orde baru. Kekerasan negara menjadi pemandangan keseharian. Keutamaan politik diberikan kepada Golkar, militer dan individu yang berafiliasi pada etnis Jawa. Indonesia diidentikan dengan suku jawa, alienasi terjadi pada suku-suku non jawa. Situasi politik pada saat itu seolah menempatkan (pulau) Jawa sebagai pusatnya Indonesia. Hasilnya adalah peminggiran non jawa dengan segala manifestasi budayanya untuk berkontribusi pada pembangunan Indonesia. Meski situasi ini tidak berkonotasi dengan agama, namun tidak sampai terjadi kekerasan tehadap agama dan pemeluknya secara masif. Karena 'agama' pada saat itu adalah pembangunan, dengan ajarannya Pancasila. 

Tulisan selengkapnya dapat dibaca di Kompasiana