Tuesday, December 18, 2012

Opsi Kebijakan Utang & Pengurangan BBM yang Minim Kreatifitas


Defisit anggaran tahun 2013 mencapai Rp. 153 T mengancam kesehatan perekonomian Indonesia. Pilihan yang ditawarkan adalah pemotongan subsidi BBM sebesar Rp. 200 T atau mengajukan utang. Pilihan yang miskin kreatifitas adalah manifestasi hasil pendidikan atau proses belajar di pendidikan formal. Negara ini butuh terobosan untuk melepaskan diri dari genggaman konsumerisme dan dampak negatif globalisasi.

Terobosan dapat terjadi ketika terdapat kreatifitas yang meniscayakan inovasi atau invensi. Kreatifitas merupakan proses produksi akal budi yang mempertemukan imajinasi, pengalaman, daya nalar dan proses belajar. Kreatifitas tidak hanya menghasilkan pilihan, tetapi menjamin ketersediaan pilihan atau berbagai pilihan yang bisa dihadirkan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Defisit anggaran menjadi PR bagi pemerintahan SBY. Pilihan untuk mengatasi defisit dengan hanya menyediakan dua opsi yaitu utang atau pengurangan subsidi, tidak hanya merpakan pilihan sulit tetapi juga minim kreatifitas.

Pilihan lain yang dapat diajukan misalnya menggenjot perdagangan melalui eksport, atau penghematan anggaran seperti pengurangan gaji DPR/DPRD, Presiden dan menteri-menterinya, mendorong BUMB menjadi perusahaan kelas dunia, meningkatkan penemuan teknologi yang dapat menghemat BBM adalah berapa opsi untuk mengatasi defisit. Dalam perspektif ekonomi, meningkatkan ekspor dengan usaha-usaha tertentu dalam bidang perdagangan atau industri adalah pilihan yang membutuhkan kerja keras. Kerja keras tersebut tidaklah mudah bagi pemerintah yang minim kreatifitas. Karena dibutuhkan kebijakan yang mampu menciptakan industri dalam negeri yang kokoh, bekerja secara efektif dan efisien.

Dalam hal ini insentif bagi penemuan teknologi yang mampu menghemat konsumsi BBM. Penemuan teknologi yang mampu mengurangi konsumsi BBM atau industri yang berhasil menghemat penggunaan BBM perlu mendapatkan insentif dari pemerintah. Insentif tersebut diharapkan mampu merangsang perkembangan teknologi, dan mendorong para peneliti di perguruan tinggi atau industri untuk terus berkreasi. Ketika penelitian dihasilkan maka, penghargaan untuk peneliti dapat diberikan dengan memberikan keringanan dalam pendaftaran Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).

Untuk mengurangi konsumsi BBM, pemerintah dapat membuat kebijakan yang mengurangi atau memangkas pembelian mobil dinas, termasuk perjalanan dinas. Mendorong industri otomotif untuk keperluan ekspor bukan untuk dijual di dalam negeri. Kebijakan integral untuk mengurangi konsumsi BBM perlu dilakukan, misalnya melarang kendaraan bermotor yang tahun produksi sudah lama atau tidak menggunakan teknologi yang tidak mengurangi konsumsi penggunaan BBM. Kebijakan yang dilakukan harus bertolak dari aspek internal pemerintah terlebih dahulu. Artinya pemerintah memberi contoh pengorbanan yang dilakukan sebelum meminta pihak lain misalnya masyarakat dan dunia swasta untuk melakukan hal yang sama.

Masih banyak kebijakan yang bisa mengoptimalkan kreatifitas anak bangsa. Pemerintah perlu membuka mata dan telinga untuk melihat ide-ide atau gagasan berbagai pihak dalam membangun harga dini bangsa. Utang luar negeri seharusnya tidak menjadi pilihan, karena utang kita sudah menggunung. Memeras pikir dan kerja keras untuk menghasilkan kebijakan kreatif dalam rangka mengurangi konsumsi BBM perlu dilakukan. Sekali lagi, Pemerintah harus berada di garda depan untuk keluar dari ketergantungan BBM, mengurangi defisit anggaran atau utang luar negeri.

Sunday, December 16, 2012

PNS & Beban Belanja APBD


FITRA merilis pernyataan bahwa belanja pegawai mendominasi beban APBD kota/kabupaten di Indonesia. Pernyataan tersebut sebenarnya bukan hal baru, karena memang belanja pegawai menjadi beban ‘berat’ bagi APBD. Belanja pegawai menjadi anggaran terbesar di APBD dibandingkan dengan belanja lain-lain. Fakta ini menarik untuk dicermati secara kritis berkaitan dengan praktek tata kelola dalam pelayanan publik yang diemban oleh PNS. Apakah terjadi kesenjangan antara beban berat yang harus ditanggung oleh APBD dengan kualitas pelayanan publik yang menjadi kewajiban PNS kepada masyarakat?

Dalam pertanyaan yang diajukan diatas terkandung pemahaman bahwa besarnya anggaran belanja pegawai memiliki potensi untuk mengurangi substansi pengelolaan keuangan daerah yang pada hakekatnya untuk melayani kepentingan masyarakat. Kepentingan masyarakat dimaksud adalah menyediakan berbagai fasilitas publik dan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dominasi belanja pegawai di APBD pada setiap tahun anggaran akan mengurangi kesempatan belanja non pegawai yang digunakan untuk kepentingan masyarakat dan penyediaan fasilitas publik.

Kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh PNS masih berstereotipe pelayanan yang lamban, tidak profesional, ingin dilayani, bernuansa KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) atau tidak ramah kepada masyarakat. Belanja pegawai berasal dari dana publik maka rakyat mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan yang baik, cepat, ramah dan tidak bernuansa KKN. Karena PNS adalah pelayan masyarakat, dalam hal ini perlu ditegaskan hakekat PNS sebagai pelayan masyarakat yaitu melayani kepentingan rakyat yang sudah membiayai belanja pegawai atau gaji bulanan PNS tersebut.


Tulisan selengkapnya dapat di baca di Kompasiana

Thursday, December 6, 2012

Menpora & Refleksi Pemberantasan Korupsi

Menteri Pemuda dan Olahraga sejak tanggal 3 Desember 2012 sudah dinyatakan sebagai tersangka kasus pembangunan wisma Hambalang. KPK menjawab keraguan publik mengenai kinerjanya dan keberaniannya untuk mengusut kasus korupsi kelas wahid di republik ini. Janji Abraham Samad pada saat uji publik pemilihan ketua KPK menjanjikan akan mengusut kasus bail out Bank Century dalam kurun waktu satu tahun masa kepemimpinannya, kalau gagal maka beliau bersedia mundur dari KPK. Ditengah kegamangan publik terhadap KPK pasca perseteruan dengan POLRI, penetapan tersangka Menpora dapat mengembalikan harapan publik yang mulai memudar.

Teriakan Nazarudin mengenai aliran dana, bahkan dugaan keterlibatan ketua umum partai penguasa seolah belum digubris oleh KPK atau menjadi dasar untuk melakukan pengusutan terhadap keterlibatan berbagai pihak. Penetapan Menpora sebagai tersangka patut diapresiasi, sekaligus dikritisi dalam hal bahwa informasi yang disampaikan oleh beberapa pihak dalam kasus pembangunan wisma Hambalang menjadi pintu masuk penelusuran keterlibatan pihak lain. Untuk itu, saatnya KPK juga melakukan hal yang sama terhadap penyebutan pihak-pihak lain yang dilakukan oleh Nazarudin. Penelesuran aliran dana sebagai disebutkan dalam persidangan perlu ditindaklanjuti untuk mengetahui bahwa informasi yang disampaikan saksi atau terdakwa dalam sebuah persidangan di pengadilan tipikor memiliki kualitas sebagai alat bukti.

Langkah ini perlu diambil dan menjadi alternatif dalam mengungkap kasus korupsi. Apabila penegak hukum (POLRI) dalam mengungkap kasus korupsi menggunakan analogi 'ibarat makan bubur panas' artinya untuk mencapai pelaku utama dalam sebuah tindak pidana korupsi menyusuri aktor-aktor 'pinggiran' agar dapat mengetahui peran dan aktor utama sebuah kasus korupsi. Namun pada kasus wisma atlet Hambalang, strategi berbeda digunakan KPK yaitu informasi dari tersangka dalam kasus wisma atlet menjadi 'rujukan' sebagai bukti permulaan untuk menelusuri adanya aktor lain yang juga memiliki peran dalam sebuah tindak pidana korupsi. Strategi ini penting sebagai langkah progresif dalam pemberantasan korupsi, karena korupsi tidak dilakukan oleh pelaku tunggal. Korupsi adalah kejahatan berjejaring yang melibatkan banyak aktor dengan 'keunikan' peran masing-masing pihak.

Korupsi sebagai kejahatan dengan non pelaku tunggal, menempatkan setiap pelaku korupsi tidak dapat bekerja sendiri untuk mewujudkan niat jahat dalam usaha mengambil anggaran negara. Ketika penegak hukum hanya menjerat satu pelaku korupsi sebenarnya hal tesebut mempunyai potensi kesewenang-wenangan hukum dan ketidakadilan. Pencurian uang APBN/D tidak dapat dilakukan hanya satu aktor, karena mekanisme yang diatur dalam pengelolaan keuangan negara dan tanggung jawab yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan tidak memungkinkan hanya DPR/D, kepala daerah, kepala dinas, perusahaan kontraktor saja yang melakukan. Para aktor akan berkoalisi atau bersinergi untuk dapat aliran dana ke kantong pribadi para aktor yang terlibat.

Menpora sebagai tesangka dapat menunjukkan ujung pangkal korupsi wisma atlet Hambalang. Bagaimana dengan kasus korupsi yang lain? Saat Menpora dinyatakan sebagai tersangka maka Kabinet Indonesia Bersatu terbebani dengan kasus yang menimpa Menpora. Dalam waktu dekat apabila SBY masih memiliki akal sehat akan menjadi momentum reshuffle kabinet, atau minimal penggantian Menpora. Penggantian (bahasa media mungkin pencopotan) Menpora membuka kesempatan bagi SBY untuk mengevaluasi kabinetnya. Evaluasi dengan memanfaatkan penetapan tersangka menterinya akan mengurangi gejolak akibat dari resistensi publik. Reshuffle untuk memperbaiki kinerja kabinet dan meningkatkan citra yang terpuruk akibat kader partainya terjerat kasus korupsi.

Bagi KPK, penetapan ini bukan prestasi luarbiasa meski tetap harus diapresiasi. Karena KPK harus lebih garang lagi untuk menjadi leading agent dalam pemberantasan korupsi. Kegarangan KPK dapat menciptakan persaingan sehat antar lembaga penegak hukum, dimana POLRI, KEJAKSAAN, dan KPK bersinergi menegakkan UU Tipikor. Pemberantasan korupsi akan menimbulkan efek jera, akhirnya mencegah terjadinya korupsi dengan salah satu indikatornya adalah turunnya indeks persepsi korupsi. Meski hanya persepsi, namun persepsi tersebut mewakili pandangan publik terhadap praktek korupsi yang terjadi dan dialami oleh publik. Nama KPK yang mampu menimbulkan kegentaran bagi aparat pemerintah terus secara masif melakukan penegakan hukum.

Kendala yang dihadapi KPK yang salah satunya adalah minimnya jumlah penyidik KPK  karena ditarik oleh POLRI menempatkan KPK dibawah tekanan untuk tetap bekerja dengan tidak kehilangan daya tekan mengungkap kasus korupsi. Banyaknya laporan dari masyarakat dapat menjadi amunisi KPK untuk memasifkan pemberantasan korupsi dengan memanfaatkan kewenangan melakukan supervisi terhadap kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani oleh POLRI atau Kejaksaan. Kewenangan supervisi perlu dioptimalkan oleh KPK dengan keuntungan bahwa KPK menjadi pengawas pemberantasan korupsi di POLRI dan Kejaksaan, selain itu menjadi sarana untuk menularkan keterampilan yang dimiliki kepada dua lembaga penegak hukum tersebut. Transfer of knowledge ini menjadi bagian dari kesadaran bahwa KPK bukan lembaga penegak hukum yang permanen. Sehingga apabila kepentingan politik menghendaki KPK meniada, virus-virus pemberantasan korupsi sudah ditularkan ke POLRI dan KPK.

Penetapan tersangka Menpora harusnya bukan yang terakhir dari gempita pemberantasan korupsi. Korupsi simulator SIM, wisma atlet Hambalang sudah mampu menyeret aktor kelas kakap. Apakah di kepolisian hanya DS yang korupsi, ataukah dalam Kabinet Indonesia Bersatu hanya AM yang melakukan korupsi, publik percaya tentu tidak. Tetapi pembuktian kepercayaan publik berada dipundak KPK untuk terus secara masif melakukan serangan ke lembaga publik yang selama ini di duga sebagai sarang penyamun anggaran negara.

Jalan Lingkar Salatiga

Jalan Lingkar Salatiga (JLS) telah memakan banyak korban, bukan korban jiwa karena kecelakaan lalu lintas melainkan korban aparat penegak hukum. Terdapat tiga individu yang sudah terjerat kasus hukum korupsi dalam pembangunan JLS. Kontraktor, kepala dinas dan (mantan) walikota yang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya ketika mempersiapkan dan melaksanakan pembangunan JLS. Fakta tersebut bukan untuk menghakimi mereka yang dinyatakan terlibat, melainkan menjadi bahan refleksi bagi pelaksanaan pembangunan dan tata kelola pemerintahan khususnya di kota Salatiga.

PERTAMA, kekuasaan cenderung akan menciderai kepercayaan publik ketika kekuasaan mengabdi kepada kepentingan keuntungan. Pengejaran keuntungan tidak berarti menjadi pelanggaran hukum. Melainkan ketika keuntungan yang diperoleh diluar batas kewajaran, apalagi dilakukan dengan memanipulasi. Kekuasaan yang berkoalisi dengan pelaku usaha dapat membahayakan keseimbangan politik. Dimana kekuasaan yang sudah terjebak pada transaksi politik akan mengabdikan dirinya memulihkan kehilangan keuntungan yang dikeluarkan untuk mencapai kekuasaan.

Kekuasaan yang diperoleh dengan mengandalkan keutamaan dukungan finansial akan ditagih di kemudian hari untuk mengembalikan segala biaya yang dikeluarkan. Kekuasaan yang tidak ditransformasi dari dukungan publik, melainkan mengutamakan uang untuk mengkonversi dukungan politik atau dalam rangka melanggengkan atau mempertahankan kekuasaan akan mengupayakan dengan berbagai strategi agar mendapatkan uang.

KEDUA, pelaku usaha atau pengusaha merupakan pihak yang hanya memikirkan profit untuk mempertahankan keberlangsungan perusahaan. Fokus kepada profit tidak dapat dipersalahkan asalkan tidak berupaya mengambil hak-hak masyarakat untuk menikmati pelayanan publik yang lebih bermakna. Menghalalkan segala cara untuk memperoleh profit akan mengganggu kepentingan publik ketika pengusaha menggunakan kemampuannya untuk mempengaruhi kekuasaan. Usaha untuk mempengaruhi kekuasaan tidaklah tabu. Namun ketika kekuasaan memberikan keistimewaan dan menciderai persaingan sehat maka motif keuntungan berubah menjadi malapetaka bagi masyarakat.

Malapetaka yang ditimbulkan oleh koalisi penguasa dan pengusaha adalah mengalirnya dana publik ke kantong-kantong para pihak yang berkoalisi. Dana publik terserap bukan untuk melayani kepentingan publik, melainkan memuaskan ketamakan pihak yang berkoalisi dengan mengupayakan ketidakwajaran keuntungan. Distorsi kekuasaan yang berwujud pada guliran materi menghilangkan kesempatan publik menikmati potensi pelayanan yang bisa diberikan ketika biaya yang dinikmati penguasa dan pengusaha digunakan untuk pembangunan lainnya.

KETIGA, peran masyarakat dalam mengontrol pelaksanaan pembangunan menjadi penting. Pada kasus JLS, peran masyarakat seolah seperti invisible hand yang mampu memberi pengaruh berupa tekanan ke aparat penegak hukum agar memproses dugaan korupsi di pembangunan JLS. Peran masyarakat seperti ini kurang bagus, karena membuka diri terhadap potensi korupasi berupa tawar menawar. Artinya korupsi melahirkan korupsi khususnya bagi pihak yang selama ini menyuarakan pemberantasan korupsi.

Peran serta masyarakat dalam mengawasi pembangunan perlu termanifestasi dalam sebuah kesadaran masif bahwa kekuasaan berpotensi diselewengkan oleh siapapun. Penyelewengan tersebut akan menjauhkan publik dari kesempatan menikmati pelayanan yang optimal dari pemerintah. Kesadaran masif perlu diupayakan dengan membongkar ketidakpedulian dan kelebihan kepercayaan terhadap pemegang kekuasaan. Upaya ini menjadi bagian tersulit karena rakyat dihadapkan pada pilihan antara kehidupan diri/keluarga atau melayani kepentingan publik.

JLS telah menjadi fenomena di Salatiga berkaitan dengan jumlah rupiah korupsinya dan pihak yang terlibat. Tentunya ini tidak akan menjadi pelajaran berharga apabila tidak mampu membangkitkan kesadaran pemangku kepentingan kota terhadap jalannya roda penyelenggaraan pemerintahan. Korupsi kerugiannya tidak dapat di indera oleh publik, namun dampaknya dapat diketahui setelah beberapa waktu.